Kamis, 15 Mei 2014

LOGIKA DIBALIK PEMBUKUAN BERPASANGAN




Yang menjadi pusat perhatian dari pencatatan akuntansi dan penyajian laporan keuangan adalah entitas, bukan pemilik. Entitas dianggap memiliki kekayaan, dan juga kewajiban kepada kreditor maupun pemegang saham. Entitas dianggap memiliki kekayaan.

Salah satu teori di atas, yaitu Entity Theory menyebutkan bahwa entitas (perusahaan) merupakan badan yang terpisah dan harus dibedakan dari pemilik. Yang menjadi pusat perhatian dari pencatatan akuntansi dan penyajian laporan keuangan adalah entitas, bukan pemilik. Entitas dianggap memiliki kekayaan, dan juga kewajiban kepada kreditor maupun pemegang saham. Menurut konsep teori ini, persamaan akuntansi dirumuskan sebagai berikut:
Aktiva
=
Ekuitas
Aktiva
=
Kewajiban + Ekuitas Pemegang Saham


Aktiva merupakan hak milik perusahaan (entitas), sedangkan ekuitas merupakan sumber aktiva yang berasal dari kreditor dan pemegang saham. Jadi, entitas memiliki kewajiban kepada kreditor dan pemegang saham. Kreditor dan pemegang saham merupakan pemilik perusahaan, di mana entitas berutang.
Yang menjadi pusat perhatian dari pencatatan akuntansi dan penyajian laporan keuangan adalah entitas, bukan pemilik. Entitas dianggap memiliki kekayaan, dan juga kewajiban kepada kreditor maupun pemegang saham.
Untuk memahami logika dibalik metode pembukuan perpasangan itu, mereka memaparkan sebuah kasus sederhana sebagai berikut :
Para SAMBU GROUP menyetor “Modal” sebesar Rp. 500.000.000 sebagai kekayaan awal, melalui Bank BRI. Pertanyaan yang timbul adalah “apakah Rp. 500.000.000 itu?”
Orang dapat mengatakan bahwa:
  • Rp. 500.000.000 itu adalah uang SAMBU GROUP di bank;
  • Rp. 500.000.000 itu adalah saldo rekening bank SAMBU GROUP di Bank BRI;
  • Rp. 500.000.000 itu adalah tagihan SAMBU GROUP pada Bank BRI;
  • Rp. 500.000.000 itu adalah modal [kekayaan] awal SAMBU GROUP Rp. 500.000.000 itu adalah harta/kekayaan SAMBU GROUP;
  • Rp. 500.000.000 itu adalah utang SAMBU GROUP kepada para pendirinya;
  • Rp. 500.000.000 itu adalah kewajiban keuangan SAMBU GROUP kepada para pendirinya;
  • Rp. 500.000.000 itu adalah modal yang dipinjam oleh SAMBU GROUP dari para pendirinya;
Dan seterusnya.
Jadi, apakah SAMBU GROUP menerima uang sebesar 8 kali @ Rp. 500.000.000 atau Rp. 4.000.000.000? Tentu saja, tidak.
Kalau begitu apa yang sebenarnya terjadi?
Tak lain dan tak bukan adalah penggunaan istilah yang berbeda-beda untuk satu “benda” yang sama, yaitu Rp. 500.000.000, karena “benda” yang ada hanya Rp. 500.000.000, tidak lebih dari itu.
Yang berbeda-beda adalah istilah-istilah yang digunakan. Apakah dengan menggunakan berbagai istilah yang berbeda-beda itu, “benda” tersebut berubah jumlahnya, sehingga uang yang dimiliki oleh SAMBU GROUP bertambah, sebanyak istilah tersebut? Tentu saja tidak, karena “benda” yang ada, itu-itu juga; yang berbeda hanyalah istilah yang digunakan untuk “benda” yang sama itu.
Di satu pihak, Rp 500.000.000 itu dilihat dari sudut pandang dari mana uang itu berasal (sumber dana), sehingga mereka menyebutkan sebagai “modal yang dipinjam oleh SAMBU GROUP dari para pendirinya”, “utang SAMBU GROUP kepada para pendirinya”, “kewajiban keuangan SAMBU GROUP kepada para pendirinya”, “modal (kekayaan) awal SAMBU GROUP.
Sementara yang lain memandang benda itu dari sudut pandang di mana, dalam bentuk apa dan untuk apa uang itu digunakan, sehingga menyebutkan sebagai “uang SAMBU GROUP di bank”, “saldo rekening bank SAMBU GROUP di Bank BRI”, “tagihan SAMBU GROUP pada Bank BRI” atau “harta/kekayaan SAMBU GROUP
Jika kita ikuti penjelasan diatas ini, Rp. 500.000.000 atau “benda sama itu, dapat kita sajikan pada dua sisi dengan istilah yang berbeda-beda, seperti terlihat dibawah ini:
PENGGUNAAN DANA
SUMBER DANA
HARTA
MODAL
Kekayaan
Kewajiban Keuangan kepada Pendiri
Tagihan SAMBU GROUP ke Bank
Pinjaman SAMBU GROUP dari Pendiri
Uang SAMBU GROUP di Bank
Utang SAMBU GROUP kepada Pendiri
Rp. 500.000.000
Rp. 500.000.000
Menurut mereka, kedua sisi itu seakan-akan menyerupai dua gantungan pada satu timbangan yang seimbang.
Kedua sisi diatas ini selalu seimbang dan tidak pernah tidak akan seimbang, karena apa yang ada pada kedua sisi itu bukan benda yang berbeda. Dua sisi yang selalu seimbang ini hahaahah… jadi ingat yang dibilang bapak kita bapak Luca Pocioli, Bapak Sistem Pembukuan Berpasangan, “Ia bilancia”, atau Neraca.
Jika kita amati kedua sisi Neraca itu, seperti tabel di atas, sisi kanan Neraca memperlihatkan, dari mana atau dari siapa organisasi yang bersangkutan memperoleh dana (SUMBER DANA); sedangkan, sisi kiri Neraca memperlihatkan, untuk apa dana itu digunakan (PENGGUNAAN DANA).
Sisi kanan Neraca memperlihatkan hasil kerja organisasi mencari dana dari para pemilik atau penyandang dana; Dalam kasus ini, SAMBU GROUP seakan-akan menunggu keputusan pemilik atau penyumbang dana; ia cenderung “pasif”. Oleh karena itulah maka sisi kanan atau sisi sumber dana ini disebut sisi PASIVA.
Sisi kiri Neraca memperlihatkan kemampuan organisasi mengelola dana yang telah diperoleh dari para pemilik atau penyandang dana untuk berbagai kegunaan; dalam kasus ini ia kelihatan “aktif”. Oleh karena itulah maka sisi kiri atau sisi penggunaan dana ini disebut sisi AKTIVA.
Jika dikatakan bahwa Neraca selalu seimbang dan Neraca terdiri dari sisi kiri yang disebut Aktiva dan sisi kanan yang disebut Pasiva, kita dapat mengatakan bahwa AKTIVA = PASIVA, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
NERACA
AKTIVA
PASIVA
Penggunaan Dana
Sumber Dana
Harta
Modal
Kekayaan
Kewajiban Keuangan kepada Pendiri
Tagihan ke Bank
Pinjaman SAMBU GROUP dari Pendiri
Uang SAMBU GROUP di Bank
Utang SAMBU GROUP kepada Pendiri
Rp. 500.000.000
Rp. 500.000.000
Paparan lengkap dengan metode penyajian yang cukup menarik dapat dibaca di buku Sistem Pengolahan Informasi Keuangan Organisasi Nirlaba. Saya berharap paling tidak artikel ini bisa membantu pemahaman teman-teman.
Selalu diakhir tulisan Tidak Pernah Terlambat Untuk Belajar”
Salam Blogger
Boston sofian naibaho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar