Yang
menjadi pusat perhatian dari pencatatan akuntansi dan penyajian laporan
keuangan adalah entitas, bukan pemilik. Entitas dianggap memiliki kekayaan, dan
juga kewajiban kepada kreditor maupun pemegang saham. Entitas dianggap memiliki
kekayaan.
Salah
satu teori di atas, yaitu Entity Theory menyebutkan bahwa entitas (perusahaan)
merupakan badan yang terpisah dan harus dibedakan dari pemilik. Yang menjadi
pusat perhatian dari pencatatan akuntansi dan penyajian laporan keuangan adalah
entitas, bukan pemilik. Entitas dianggap memiliki kekayaan, dan juga kewajiban
kepada kreditor maupun pemegang saham. Menurut konsep teori ini, persamaan
akuntansi dirumuskan sebagai berikut:
Aktiva
|
=
|
Ekuitas
|
Aktiva
|
=
|
Kewajiban
+ Ekuitas Pemegang Saham
|
Aktiva merupakan hak milik perusahaan (entitas), sedangkan ekuitas merupakan sumber aktiva yang berasal dari kreditor dan pemegang saham. Jadi, entitas memiliki kewajiban kepada kreditor dan pemegang saham. Kreditor dan pemegang saham merupakan pemilik perusahaan, di mana entitas berutang.
Yang
menjadi pusat perhatian dari pencatatan akuntansi dan penyajian laporan
keuangan adalah entitas, bukan pemilik. Entitas dianggap memiliki kekayaan, dan
juga kewajiban kepada kreditor maupun pemegang saham.
Untuk
memahami logika dibalik metode pembukuan perpasangan itu, mereka memaparkan
sebuah kasus sederhana sebagai berikut :
Para
SAMBU GROUP menyetor “Modal” sebesar Rp. 500.000.000 sebagai kekayaan awal,
melalui Bank BRI. Pertanyaan yang timbul adalah “apakah Rp. 500.000.000 itu?”
Orang
dapat mengatakan bahwa:
- Rp. 500.000.000 itu adalah uang SAMBU GROUP di bank;
- Rp. 500.000.000 itu adalah saldo rekening bank SAMBU GROUP di Bank BRI;
- Rp. 500.000.000 itu adalah tagihan SAMBU GROUP pada Bank BRI;
- Rp. 500.000.000 itu adalah modal [kekayaan] awal SAMBU GROUP Rp. 500.000.000 itu adalah harta/kekayaan SAMBU GROUP;
- Rp. 500.000.000 itu adalah utang SAMBU GROUP kepada para pendirinya;
- Rp. 500.000.000 itu adalah kewajiban keuangan SAMBU GROUP kepada para pendirinya;
- Rp. 500.000.000 itu adalah modal yang dipinjam oleh SAMBU GROUP dari para pendirinya;
Dan
seterusnya.
Jadi,
apakah SAMBU GROUP menerima uang sebesar 8 kali @ Rp. 500.000.000 atau Rp.
4.000.000.000? Tentu saja, tidak.
Kalau
begitu apa yang sebenarnya terjadi?
Tak
lain dan tak bukan adalah penggunaan istilah yang berbeda-beda untuk satu
“benda” yang sama, yaitu Rp. 500.000.000, karena “benda” yang ada hanya Rp.
500.000.000, tidak lebih dari itu.
Yang
berbeda-beda adalah istilah-istilah yang digunakan. Apakah dengan menggunakan
berbagai istilah yang berbeda-beda itu, “benda” tersebut berubah jumlahnya,
sehingga uang yang dimiliki oleh SAMBU GROUP bertambah, sebanyak istilah
tersebut? Tentu saja tidak, karena “benda” yang ada, itu-itu juga; yang berbeda
hanyalah istilah yang digunakan untuk “benda” yang sama itu.
Di
satu pihak, Rp 500.000.000 itu dilihat dari sudut pandang dari mana uang
itu berasal (sumber dana), sehingga mereka menyebutkan sebagai “modal yang
dipinjam oleh SAMBU GROUP dari para pendirinya”, “utang SAMBU GROUP kepada para
pendirinya”, “kewajiban keuangan SAMBU GROUP kepada para pendirinya”, “modal
(kekayaan) awal SAMBU GROUP.
Sementara
yang lain memandang benda itu dari sudut pandang di mana, dalam
bentuk apa dan untuk apa uang itu digunakan, sehingga menyebutkan
sebagai “uang SAMBU GROUP di bank”, “saldo rekening bank SAMBU GROUP di Bank
BRI”, “tagihan SAMBU GROUP pada Bank BRI” atau “harta/kekayaan SAMBU GROUP
Jika
kita ikuti penjelasan diatas ini, Rp. 500.000.000 atau “benda sama itu, dapat
kita sajikan pada dua sisi dengan istilah yang berbeda-beda, seperti terlihat
dibawah ini:
PENGGUNAAN
DANA
|
SUMBER
DANA
|
HARTA
|
MODAL
|
Kekayaan
|
Kewajiban Keuangan kepada Pendiri
|
Tagihan SAMBU GROUP ke Bank
|
Pinjaman SAMBU GROUP dari Pendiri
|
Uang SAMBU GROUP di Bank
|
Utang SAMBU GROUP kepada Pendiri
|
Rp.
500.000.000
|
Rp.
500.000.000
|
Menurut
mereka, kedua sisi itu seakan-akan menyerupai dua gantungan pada satu timbangan
yang seimbang.
Kedua
sisi diatas ini selalu seimbang dan tidak pernah tidak akan seimbang, karena
apa yang ada pada kedua sisi itu bukan benda yang berbeda. Dua sisi yang selalu
seimbang ini hahaahah… jadi ingat yang dibilang bapak kita bapak Luca Pocioli,
Bapak Sistem Pembukuan Berpasangan, “Ia bilancia”, atau Neraca.
Jika
kita amati kedua sisi Neraca itu, seperti tabel di atas, sisi kanan Neraca
memperlihatkan, dari mana atau dari siapa organisasi yang
bersangkutan memperoleh dana (SUMBER DANA); sedangkan, sisi kiri Neraca
memperlihatkan, untuk apa dana itu digunakan (PENGGUNAAN DANA).
Sisi
kanan Neraca memperlihatkan hasil kerja organisasi mencari dana dari para
pemilik atau penyandang dana; Dalam kasus ini, SAMBU GROUP seakan-akan menunggu
keputusan pemilik atau penyumbang dana; ia cenderung “pasif”. Oleh karena
itulah maka sisi kanan atau sisi sumber dana ini disebut sisi PASIVA.
Sisi
kiri Neraca memperlihatkan kemampuan organisasi mengelola dana yang telah
diperoleh dari para pemilik atau penyandang dana untuk berbagai kegunaan; dalam
kasus ini ia kelihatan “aktif”. Oleh karena itulah maka sisi kiri atau sisi
penggunaan dana ini disebut sisi AKTIVA.
Jika
dikatakan bahwa Neraca selalu seimbang dan Neraca terdiri dari sisi kiri yang
disebut Aktiva dan sisi kanan yang disebut Pasiva, kita dapat mengatakan bahwa
AKTIVA = PASIVA, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
NERACA
|
|
AKTIVA
|
PASIVA
|
Penggunaan
Dana
|
Sumber
Dana
|
Harta
|
Modal
|
Kekayaan
|
Kewajiban Keuangan kepada Pendiri
|
Tagihan ke Bank
|
Pinjaman SAMBU GROUP dari Pendiri
|
Uang SAMBU GROUP di Bank
|
Utang SAMBU GROUP kepada Pendiri
|
Rp.
500.000.000
|
Rp.
500.000.000
|
Paparan
lengkap dengan metode penyajian yang cukup menarik dapat dibaca di buku Sistem
Pengolahan Informasi Keuangan Organisasi Nirlaba. Saya berharap paling tidak
artikel ini bisa membantu pemahaman teman-teman.
Selalu diakhir tulisan ”Tidak
Pernah Terlambat Untuk Belajar”
Salam Blogger
Boston sofian naibaho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar